Terikat Rasa, Mengusik Sukma
Kalau-kalau rasa sudah membumbung tinggi di permukaan, maka satu sukma akan bergejolak untuk terus mencari tahu asal-muasal rasa melenggang. Aku tahu, sukma suka atas gejolak ini karena pada awalnya semenyenangkan itu. Semua hal dalam hidup menjadi lebih berwarna, mungkin kamu akan tersenyum sendiri tanpa sadar atau malah berimajinasi mengenai hal-hal yang tidak seharusnya, kemudian membangkitkan ekspektasi dan harapan. Inilah awal mulanya, rasa yang membumbung tinggi itu akan menjadi bumerang.
Tahu tidak, mengenai sukma yang terus berupaya membiarkan rasa bergejolak meski ia tahu gejolaknya akan redam pada akhirnya? Ya begitu, ia tahu tentang lenyapnya rasa sebagai konsekuensi, tetapi ia terus menikmati selagi rasa itu masih ada. Ia tahu akan kesakitan pada akhirnya, tapi ia lebih memilih untuk menikmati rasa itu di awal dan berpikir urusan konsekuensi ditanggung belakangan. Pilihan-pilihan itu yang menimbulkan kekecewaan pada akhirnya menjadi pilihan yang mungkin tidak disesali. Sukma justru beranggapan ini bisa dijadikan pembelajaran dan pengalaman untuk ke depannya.
Siapa tahu, ia justru mengulanginya lagi dan membuatnya seperti siklus yang berputar hanya karena sudah terikat dengan rasa sedari awal. Ini membingungkan, tapi memang begitu adanya. Lalu bagaimana seterusnya? Sukma menyadari keterikatan itu memang harusnya diputus. Sesuatu yang sudah selesai hendaknya diselesaikan dengan baik dan sesuatu yang akan dimulai sudah sepatutnya tidak mengulang hal yang sama lagi. Meski begitu, sukma masih mencari cara bagaimana melakukannya.
Komentar
Posting Komentar