Ini Keahlianku, Perpisahan.

 Alih-alih mencari kesempatan untuk bertemu dengan orang yang pernah sejenak meninggalkan jejak di hati, aku pergi kembali ke tempat pertama kali bertemu dengannya. Untuk kembali memahami dengan sungguh, apa yang sebenarnya aku cari darinya. Nyatanya tidak ada. Aku tidak menemukan apa yang kubutuhkan dari sesosok manusia yang kukagumi dan kudamba beberapa waktu lalu. Dengan tegas, lagi dan lagi, aku memilih diri sendiri berkali-kali. Aku tidak mau lagi mempersulit hidupku dengan memasukkan nama seseorang di hati hanya untuk terluka lagi. Aku percaya satu hal setelah ini, kejujuran tidak selalu berbalas kejujuran. Transparansi rasa yang sudah kusampaikan beberapa bulan lalu memang berujung penolakan, tapi tidak disebut jelas apa alasannya. Alih-alih mencari jawabannya, ternyata jawaban itu datang sendiri dari mulut manusia yang kukagumi. Kemudian aku menyimpulkan satu hal terakhir sebelum berpamitan, memang kejujuranku tidak dibalas dengan kejujuran yang sama. Maka, sedari awal hubungan ini tidak adil. Kalau saja sedari awal aku tahu alasannya adalah masa lalu, aku tidak perlu buang-buang waktu mencari cara untuk melupakan, karena pasti akan secara otomatis terhapus karena adanya kehadiran orang lain, dan aku adalah orang yang tidak suka bersaing. 

Aku ahlinya dalam hal perpisahan, adab pertama yang kupelajari dalam hidupku adalah berpamitan. Aku sudah biasa meninggalkan dan ditinggalkan. Ini semua bukan hal besar. Meskipun mengakui kalau people come and go itu sakit sekali, tapi mau bagaimana lagi, itu realita nyata yang aku tahu selama ini. Maka dengan ini, aku memutuskan untuk berhenti. Aku melanjutkan keahlianku yang masih belum berubah karena tidak ada tempat untuk menetap, maka aku akan terus berpamitan entah sampai kapan. Aku mulai membenci lelaki karena semua ini, kegagalan ini terlalu bertubi, aku tidak pernah benar-benar merasa diinginkan oleh seseorang. Aku juga sudah lelah. Aku mengaku kalah, aku menyerah.

Komentar

Postingan Populer